RATIONAL EMOTIVE THERAPY
A.
Konsep Dasar
Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya
adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional.
Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan
kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi
tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh
evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari.
Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir
yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam
berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional.
Berpikir irasional ini diawali
dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan
budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari
kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir
yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat.
Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara
berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta
menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
·
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang
kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga
pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief
(B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal
dengan konsep atau teori ABC.
·
Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar
yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta,
kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga,
kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan
antecendent event bagi seseorang.
·
Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau
verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua
macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan
yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional
merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana,
dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan
keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal,
emosional, dan keran itu tidak produktif.
·
Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi
emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau
hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi
emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa
variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
·
Selain itu, Ellis juga menambahkan D dan E untuk
rumus ABC ini. Seorang terapis harus melawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan
irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E)
psikologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional.
Sebagai contoh, “orang depresi merasa sedih dan kesepian
karena dia keliru berpikir bahwa dirinya tidak pantas dan merasa tersingkir”.
Padahal, penampilan orang depresi sama saja dengan orang yang tidak mengalami
depresi. Jadi, Tugas seorang terapis bukanlah menyerang perasaan sedih dan
kesepian yang dialami orang depresi, melainkan menyerang keyakinan mereka yang
negatif terhadap diri sendiri.
Walaupun tidak terlalu penting bagi seorang terapis mengetahui
titik utama keyakinan-keyakinan irasional tadi, namun dia harus mengerti bahwa
keyakinan tersebut adalah hasil “pengondisian filosofis”, yaitu
kebiasaan-kebiasaan yang muncul secara otomatis, persis seperti kebiasaan kita
yang langsung mengangkat dan menjawab telepon setelah mendengarnya berdering.
B.
Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Dalam perspektif pendekatan konseling
rasional emotif tingkah laku bermasalah, didalamnya merupakan tingkah laku yang
didasarkan pada cara berpikir yang irrasional.
Adapun ciri-ciri berpikir irasional adalah :
·
Tidak dapat dibuktikan
Menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan,
kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu menghalangi individu untuk
berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif.
Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional
disebabkan oleh:
·
Individu tidak berpikir jelas tentang saat ini dan
yang akan datang, antara kenyatan dan imajinasi
·
Individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran
orang lain
·
Orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan
berpikir irasional yang diajarkan kepada individu melalui berbagai media.
Indikator sebab keyakinan irasional adalah:
·
Manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk
diterima dan dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan
·
Banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak
baik, merusak, jahat, dan kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan,
dan dihukum
·
Kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada
berbagai malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau
tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya
·
Lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan
hidup tertentu dari pada berusaha untuk menghadapi dan menanganinya
·
Penderitaan emosional dari seseorang muncul dari
tekanan eksternal dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali
untuk menghilangkan penderitaan emosional tersebut
·
Pengalaman masa lalu memberikan pengaruh sangat
kuat terhadap kehidupan individu dan menentukan perasaan dan tingkah laku
individu pada saat sekarang
·
Untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya
dan untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural\
·
Nilai diri sebagai manusia dan penerimaan orang
lain terhadap diri tergantung dari kebaikan penampilan individu dan tingkat
penerimaan oleh orang lain terhadap individu.
Menurut Albert Ellis juga menambahkan bahwa secara biologis
manusia memang “diprogram” untuk selalu menanggapi “pengondisian-pengondisian”
semacam ini. Keyakinan-keyakinan irasional tadi biasanya berbentuk
pernyataan-pernyataan absolut. Ada beberapa jenis “pikiran-pikiran yang
keliru” yang biasanya diterapkan orang, di antaranya:
1. Mengabaikan hal-hal yang positif,
2. Terpaku pada yang negatif,
3. Terlalu cepat menggeneralisasi.
Secara ringkas, Ellis mengatakan bahwa ada tiga keyakinan
irasional:
1. “Saya harus punya kemampuan sempurna, atau saya akan jadi
orang yang tidak berguna”.
2. “Orang lain harus memahami dan mempertimbangkan saya, atau
mereka akan menderita”.
3. “Kenyataan harus memberi kebahagiaan pada saya, atau saya
akan binasa”.
C. Tujuan Konseling
1.
Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara
berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak
logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan
diri, meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku
kognitif dan afektif yang positif.
2.
Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang
merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa
cemas, merasa was-was, rasa marah.
Tiga tingkatan insight yang perlu dicapai klien dalam
konseling dengan pendekatan rasional-emotif :
1.
Insight dicapai ketika klien memahami tentang
tingkah laku penolakan diri yang dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang
sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang
diterima (antecedent event) pada saat yang lalu.
2.
Insight terjadi ketika konselor membantu klien
untuk memahami bahwa apa yang menganggu klien pada saat ini adalah karena
berkeyakinan yang irasional terus dipelajari dari yang diperoleh sebelumnya.
3.
Insight dicapai pada saat konselor membantu klien
untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari
hembatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang
irasional.
Klien yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi
peningkatan dalam hal :
(1) minat kepada diri sendiri,
(2) minat sosial,
(3) pengarahan diri,
(4) toleransi terhadap pihak lain,
(5) fleksibel,
(6) menerima ketidakpastian,
(7) komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya,
(8) penerimaan diri,
(9) berani mengambil risiko,
(10) menerima kenyataan.
Ellis berulang kali menegaskan bahwa betapa pentingnya
“kerelaan menerima diri-sendiri”. Dia mengatakan, dalam RET, tidak seorang pun
yang akan disalahkan, dilecehkan, apalagi dihukum atas keyakinan atau tindakan
mereka yang keliru. Kita harus menerima diri sebagaimana adanya, menerima
sebagaimana apa yang kita capai dan hasilkan. Dia mengkritik teori-teori yang
terlalu menekankan kemuliaan pribadi dan ketegaran ego serta konsep-konsep
senada lainnya.
Menurut Ellis, memang ada alasan-alasan tertentu kenapa orang
mengedepankan diri atau egonya, yaitu kita ingin menegaskan bahwa kita hidup
dan dalam keadaan baik-baik saja, kita ingin menikmati hidup, dan lain
sebagainya. Akan tetapi, jika hal ini dilihat lebih jauh lagi, ternyata
mengedepankan diri atau ego sendiri malah menyebabkan ketidaktenangan, seperti
yang diperlihatkan oleh keyakinan-keyakinan irasional berikut ini:
- Aku ini punya kelebihan atau tak berguna.
- Aku ini harus dicintai atau orang yang selalu diperhatikan.
- Aku harus abadi.
- Aku harus jadi orang baik atau orang jahat.
- Aku harus membuktikan diriku.
- Aku harus mendapatkan apa pun yang saya inginkan.
Ellis berpendapat bahwa evaluasi-diri yang keterlaluan akan
menyebabkan depresi dan represi, sehingga orang akan mengingkari perubahan.
Yang harus dilakukan manusia demi kesehatan jiwanya adalah berhenti
menilai-nilai diri sendiri. Ellis tampaknya agak skeptis akan keberadaan diri
yang “sebenarnya” seperti yang diyakini Homey atau Rogers . Dia sangat tidak
sepakat dengan gagasan tentang adanya konflik antara diri yang teraktualisasi
dengan citra diri yang dituntut masyarakat. Menurutnya, diri menurut seseorang
dan diri menurut masyarakat bukannya saling bertentangan, sebaliknya saling
topang.
Dia juga tidak sepakat dengan gagasan yang menyatakan bahwa
ada kesatuan transpersonal daIam diri atau jiwa. Agama Buddha, umpamanya, bisa
berjalan baik tanpa adanya gagasan ini. Dia juga tidak percaya akan adanya alam
bawah sadar mistis seperti yang diajarkan berbagai tradisi atau psikologi transpersonal
yang dikemukakan ilmu psikologi. Dia menganggap keadaan kejiwaan semacam ini
lebih bersifat tidak otentik ketimbang transenden. Di lain pihak, dia
menganggap pendekatannya lahir dari tradisi kuno kaum Stoik dan didukung oleh
pemikiran filosofis, terutama pemikiran Spinoza. Dia juga melihat adanya
kemiripan tertentu antara pendekatannya dengan eksistensialisme dan psikologis
eksistensial. Artinya, pendekatan apa pun yang menempatkan tanggung jawab ke
pundak diri individual beserta keyakinan yang dipegangnya lebih mirip dengan
pendekatan RET-nya Ellis ini.
D. Deskripsi Proses Konseling
Konseling rasional emotif dilakukan dengan menggunakan
prosedur yang bervariasi dan sistematis yang secara khusus dimaksudkan untuk
mengubah tingkah laku dalam batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama
oleh konselor dan klien.
Tugas konselor menunjukkan bahwa masalahnya disebabkan oleh
persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak rasional serta usaha
untuk mengatasi masalah adalah harus kembali kepada sebab-sebab permulaan.
Operasionalisasi tugas konselor :
(a) lebih edukatif-direktif kepada klien, dengan cara banyak
memberikan cerita dan penjelasan, khususnya pada tahap awal mengkonfrontasikan
masalah klien secara langsung;
(b) menggunakan pendekatan yang dapat memberi semangat dan
memperbaiki cara berpikir klien, kemudian memperbaiki mereka untuk dapat
mendidik dirinya sendiri dengan gigih dan berulang-ulang menekankan bahwa ide
irrasional itulah yang menyebabkan hambatan emosional pada klien;
(c) mendorong klien menggunakan kemampuan rasional dari pada
emosinya;
(d) menggunakan pendekatan didaktif dan filosofis menggunakan
humor dan “menekan” sebagai jalan mengkonfrontasikan berpikir secara irasional.
Karakteristik Proses Konseling Rasional-Emotif :
1.
Aktif-direktif, artinya bahwa dalam hubungan
konseling konselor lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan
memecahkan masalahnya.
2.
Kognitif-eksperiensial, artinya bahwa hubungan
yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan
masalah yang rasional.
3.
Emotif-ekspreriensial, artinta bahwa hubungan
konseling yang dikembangkan juga memfokuskan pada aspek emosi klien dengan
mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar
keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
4.
Behavioristik, artinya bahwa hubungan konseling
yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan
tingkah laku klien.
E. Teknik Konseling
Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai
teknik yang bersifat kogntif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan
kondisi klien. Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut:
Teknik-Teknik Emotif (Afektif)
a. Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan
membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan
tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat
pendisiplinan diri klien.
b. Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang
menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan
sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri
melalui peran tertentu.
c. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model
tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah
lakunya sendiri yang negatif.
Teknik-teknik Behavioristik
a. Reinforcement
Teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih
rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun
hukuman (punishment). eknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan
keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang
positif. Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan
menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.
b. Social modeling
Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada
klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial
yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan
dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan
masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.
Teknik-teknik Kognitif
a. Home work assigments,
Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk
melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang
menuntut pola tingkah laku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan,
klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan
perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan
tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru,
mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan
Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor
dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik
ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab,
kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri,
pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.
b. Latihan assertive
Teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan
tingkah laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran,
latihan, atau meniru model-model sosial. Maksud utama teknik latihan asertif
adalah :
(a) mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang
berhubungan dengan emosinya;
(b) membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak
asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain;
(c) mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan
kemampuan diri; dan (d) meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah
laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri
Sumber:
Sayekti Pujosuwarno, Dr, M.Pd. 1993. Berbagai Pendekatan dalam
Konseling. Menara Mas Offset
Akhmad Sudratajat. 2008. Pendekatan Konseling Rasional Emotif.
dalam
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/23/pendekatan-konseling-rasional-emotif/
Komentar
Posting Komentar